Friday, October 4, 2013

Memahami Makna dan Hakekat Dakwah


Untuk mengembangkan ilmu dakwah barangkali ada baiknya difahami terlebih dahulu tentang hakekat dakwah. Oleh karena kalau kita akan menyusun dakwah sebagai sebuah ilmu kiranya perlu diketahui lebih dahulu makna dan hakekat dakwah itu sendiri. Sebab tanpa mengetahui hakekat dakwah kita tidak akan dapat mengerti tujuan menyusun ilmu dakwah.

Kalau kita berbicara tentang makna dan hakekat dakwah, atau membicarakan tentang dakwah secara filosofi, timbul pertanyaan.
  • Apa sebenarnya dakwah itu ? 
  • Mengapa perlu ada dakwah ? 
  • Perlukah dakwah kepada manusia ?
  • Apa sebenarnya maksud dan tujuan Allah memerintahkan manusia untuk berdakwah ?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu perlu dijawab terlebih dahulu pertanyaan apa maksud dan tujuan Allah menciptakan manusia ? Karena tentunya perintah dakwah tidak terlepas dari maksud dan tujuan penciptaan manusia.

Kalau kita mencoba mengamati al-Qur'an tentang maksud dan tujuan penciptaan manusia, maka kita ketahui bahwa menurut al-Qur'an, maksud dan tujuan penciptaan manusia adalah :
Pertama, manusia diciptakan untuk dijadikan sebagai khalifa Allah (Q.Al-Baqarah : 30). Menata kehidupan di muka bumi, berbuat baik di muka bumi, sehingga kehidupan yang ada di muka bumi ini menjadi baik, tertib, teratur, damai, tenteram, makmur, teduh, nyaman, dan sebagainya. Untuk itu manusia perlu memiliki potensi yang kuat, yaitu fisik yang kuat dan sehat, fitrah atau hati nurani yang bersih, hawa nafsu yang terkendali dan akal yang terlatih berfikir.

Kedua, manusia diciptakan untuk beribadah (Q.Adzariyat : 56). Yaitu tunduk, patuh dan ssetia menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan Allah.

Dari dua ayat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud dan tujuan penciptaan manusia adalah beribadah dalam rangka melaksanakan tugas sebagai khalifah-Nya.

Untuk dapat melaksanakan amanat yang sudah disanggupinya (Q.Al-Ahzab : 72), tugas sebagai khalifah Allah, yang harus memakmurkan kehidupan dunia, manusia dicipta dalam sebagus-bagus kejadian (bentuk atau ciptaan) -- Ahsani taqwim (Q. At-Tin : 4). Struktur dari makhluk terbaik ini adalah :

  1. Manusia diberi fisik yang paling baik bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk Allah yang lain. Manusia diberi bentuk yang baik yang memungkinkan manusia melakukan kegiatan fisik yang sempurna, yaitu sebagai makhluk yang berdiri tegak, yang dilengkapi dengan panca indra dan dengan anggota badan yang sempurna pula. Dengan fisknya yang sempurna dan kuat itu manusia dapat bekerja mengolah dan memanfaatkan bumi dan ciptaan Allah yang lain untuk kepentingan hidup dan beribadah kepada Sang Maha Pencipta (Allah Swt).
  2. Manusia juga diberi kekuatan hawa nafsu yang selalu mendorong manusia untuk maju. Karena hawa nafsu ini memiliki sifat tidak pernah puas, maka sifatnya itu berfungsi selalu mendorong manusia untuk maju, mencari cara dan kiat-kiat yang dapat menambah kepuasan hidupnya. Karena adanya hawa nafsu yang tidak pernah puas itu, maka manusia selalu berkeinginan makan enak, berpakaian bagus, mrmiliki rumah yang kuat, indah dan nyaman sebagai tempat berteduh, ingin memiliki kendaraan yang mewah, bagus dan nyaman. Kalau yang diinginkan sudah tercapai ia akan berusaha untuk memperoleh yang lebih bagus, ingin lebih banyak, dan seterusnya karena kepuasan itu tidak ada batasnya. Tanpa hawa nafsu, maka manusia tidak akan memiliki kemauan untuk maju dan mencari berbagai cara untuk mendapatkan sesuatu. Hawa nafsu ini ibaratnya motor penggerak yang akan terus mendorong untuk maju. Karena itu kalau hawa nafsu tidak terkendali, maka hawa nafsu itu tidak lagi menjadi kekuatan yang bermanfaat tetapi justru merusak kehidupan. Pada diri manusia yang hawa nafsunya tidak terkendali, sifat-sifat yang muncul pada dirinya adalah sifat-sifat binatang, seperti suka tidur/malas, suka makan enak dan banyak (sifat binatang ternak/al-an'am), dan rakus ingin menang sendiri, apa-apa ingin dikuasai senndiri, kejam, culas/licik, suka membunuh, suka memangsa yang lain yang lebih lemah, suka memperkosa dan sifat-sifat kebinatangan lainnya ( Q.Al-A'raf : 179 ).
  3. Manusia juga diberi hati nurani (fitrah yang suci). Sifat dari hati nurani ini adalah selalu mengajak kepada kebaikan dan selalu mengajak mentaati perintah Allah. Kalau melanggar perintah Allah atau berbuat kejahatan, hati nurani ini akan gelisah dan menyesal, orang itu akan selalu berbuat baik. Karena hati nurani yang baik, ia kan dapat mengendalikan hawa nafsu. maka fungsi hati nurani dalam diri manusia itu ibarat rem untuk mengendalikan hawa nafsu, agar hidup itu menjadi baik dana dapat sesuai dengan maksud Allah, yaitu menjadi nafsu yang mutmainnah tadi. Pada manusia yang tela memiliki nafsu al-mutmainnah yang menonjol dalam perilakunya adalah sifat-sifat kemanusiaan yang tinggi, sifat belas kasih, suka menolong, sifat menghargai manusia, dan lain sebagainya. Kalau hawa nafsu telah dapat dikendalikan, maka ia akan dapat mendorong ke arah kehidupan yang baik dan bermanfaat. Yaitu kehidupan yang diridhoi Allah Swt.
  4. Manusia diberi akal. Akal ini merupakan kekuatan untuk mengangkat/menangkap/memahami hukum-hukum Allah baik yang tertuang dalam ayat-ayat qauliah (a-Qur'an) maupun ayat-ayat kauniyah yaitu sunnatullah dan alam semesta, yang kedua-duanya itu merupakan sumber ilmu pengetahuan. Karena itu kalau manusia dapat membaca ayat-ayat kauniyah, manusia akan dapat menguasai ilmu pengetahuan yang berguna untuk mengelola/memakmurkan alam.
Selain diberikan empat kekuatan yang menyatu ke dalam diri manusia, agar kualitas manusia tetap baik dan dapat menjalankan tugasnya beribadah dan menjjadi khalifiah-Nya, Allah juga memberikan agama Islam yang menjadi pedoman (hudan) dan ukuran untuk membedakan (al-furqon) yang benar (al-haqq) dengan yang salah (al-batil), menjelaskan yang lurus (ar-rusyd) dengan yang menimpang (al-ghaiy).

Jadi dilihat dari tujuannya, pada hakekatnya dakwah adalah :
Pertama; merupakan upaya menciptakan kondisi yang kondusif, agar manusia mmau berislam yang dengan islam itu manusia akan tetap terpelihara kemanusiaannya, meningkat kualitasnya sehingga tetap fungsional dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah dengan baik.  Dakwah merupakan upaya untuk menjelaskan dengan menujukan perbedaan antara yang benar (al-haqq) dan yang salah (al-batil), yang lurus (ar-rusyd) dan yang menyimpang (al-ghay) dengan segala konsekwensi dan akibat masing-masing. Artinya kalau manusia mengikuti yang batil dan menyimpang apakah konsekwensinya dan kalau mengikuti yang benar apa konsekwensinya. Jadi para da'i tidak boleh dan tidak dibenarkan memaksakan kepada seseorang/orang lain untuk mengiktui atau memeluk Islam.
Kedua; memelihara kualitas manusia agar tetap sebagai insan, tetap dalam derajat ahsani taqwim. Artinya tetap manusiawi, yaitu manusia yang memiliki sifat-sifat mencintai sesama, memiliki rasa cinta kasih kepada sesama, suka menolong dan membantu orang yang lemah (du'afa), jujur, adil, cinta kepadaa Tuhan, ta'at dan patuh kepada perintah Tuhan dan menjauhi larangannya, seperti berbuat kerusakan, menumpahkan darah tanpa sebab yang syah, dan sebagainya. Dengan terpeliharanya kualitas manusia itu, maka manusia diharapkan akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Adapun yang dipelihara dengan dakwah adalah fisiknya agar tetap sehat dan kuat, hawa nafsunya agar tetap terkendali, hati nuraninya agar tetap bersih, tidak tertutup oleh kotoran, dan akalnya agar tetap kreatif.

Ketiga; menjaga agar tidak jatuh ke dalam derajat binatang atau yang lebih rendah (kal an'am bal hum adhol) (QS. al-A'raf : 179), atau bahkan terperosok ke dalam asfala safilin (serendah-rendahnya makhluk) (QS. at-Tin : 5), yaitu makhluk yang berwujud manusia tetapi bersifat binatang, seperti kejam, mental sombong (kibir), menindas/tirani (thagut), rakus, egois (ananiyah), bermental perusak (fasid), suka memuaskan hawa nafsu, dan sebagainya.  Untuk menjaga agar manusia tidak jatuh ke derajat yang lebih rendah, maka dengan dakwah manusia diajak ke jalan keselamatan (dar al-Islam) dan menjauhi sifat-sifat kafir (mengingkari nikmat, kebenaran dan hak), syirik (menyekutukan Tuhan), sombong (merasa paling super) dan tertutup.

Keempat; meningkatkan kualitas manusia sehingga mampu mencapai derajat yang tinggi, sebaggai hamba Allah yang baik (ibad al-rahman) yang dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah Allah. Sebab hanya orang-orang yang memiliki kualitas yang baik (sesuai dengan ukuran al-Qur'an) yang dapat menjadi khalifah Allah. Artinya dengan berislam itu manusia yang menghiasi dirinya dengan sifat-sifat Allah (takhallaqu bi akhlaqillah), yaitu sifat rahman, sifat rahim, sifat kebebasan, sifat keterbukaan, sifat melindungi yang lemah dan juga sifat kreativitas, dan sebagainya. Selain itu dengan berislam manusia akan memiliki etos ilmu dan etos kerja  yang tinggi. Dilihat dari makna terakhir ini, sebenarnya dakwah juga merupakan upaya penciptaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi.

Kelima; dakwah merupakan perwujudan dari rahmat Allah kepada umat manusia, perwjudan kasih-sayang Tuhan kepada manusia, supaya manusia sehat, baik, kuat, sejahtera di dunia dan selamat di akhirat kelak. Artinya dengan di dakwahi dan kemudian berislam serta menjalankan perintah agama Islam, maka manusia akan menjadi sehat, kuat, sejahtera, martabatnya tinggi, selamat di akhirat, Mengapa ? karena apabila manusia bersedia mengamalkan agama Islam dengan benar dan baik serta kaffah (seluruhnya), otomatis manusia tersebut akan menjadi manusia yang sehat, kuat, berilmu, berpengetahuan, berpenghasilan cukup (tidak akan kekurangan) dan menjadi orang yang berguna bagi masyarakat  lingkungannya. Contoh konkritnya adalah sebagai berikut :

  1. Islam mengajarkan supaya menjaga kebersihan karena Allah mencintai orang yang bersih dan bersih merupakan pangkal kesehatan. Lingkungan yang bersih akan menimbulkan suasana indah, enak, nyaman, menyebabkan pikiran terang dan dapat menumbuhkan kreativitas. Jadi kalau orang mengamalkan prilaku hidup bersih maka orang akan menjadi sehat, kuar, kreatif dan inovatif.
  2. Islam mengajarkan agar dalam makan selalu makan makanan yang halal dan tayyib.Maka kalau seorang muslim makan makanan yang halal dan tayyib ia akan selalu sehat. Kalau sehat dan kuat, maka hidupnya akan nikmat dan bermanfaat.
  3. Islam mengajarkan orang menuntut ilmu, dengan melihat/memperhatikan ayat-ayat kauniyah. Kalau orang Islam mau mengamalkannya seperti yang diperintahkan dalam al-Qur'an Surat Ghasyiyah ayat 17-20, Ar-Rahman : 20-30, Ali-Imran : 1190, maka ia akan mampu memahami hukum-hukum alam (sunnatullah) sehingga akan memiliki ilmu pengetahuan yang luas (ulul albab, arrosyihuna fil ilmi). Apalagi kalau mereka kemudian mau mempelajari pemanfaatan hukum-hukum alam seperti pemanfaatan air terjun, angin, sinar matahari, panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik atau lainnya, maka mereka akan menjadi tehnolog yang handal. Dengan mempelajari berbagai fenomena alam, maka orang akan dapat menjadi sarjana pertanian, sarjana geologi, sarjana fisika, sarjana biologi, sarjana ilmu sosial, dll. Tidak ada orang yang berilmu hidupnya sempit, orang yang berilmu akan hidup bijak dan berbahagia.
  4. Islam mengajarkan pemeluknya untuk suka bekerja (beretos kerja tinggi) lihat QS. al-Qashas : 77 dan QS. al-Jumu'ah : 10. Bila orang besedia mengamalkan ayat-ayat ini tentu ia akan menjadi orang rajin bekerja dan sukses, dan bila orang suka melaksanakan ayat-ayat ini tidak mungkin akan kelaparan. Dengan rajin bekerja ia akan menjadi orang yang kaya dan berkecukupan.

Jadi dengan menjalankan perintah-perintah agama Islam tersebut manusia akan menjadi baik, dalam arti akhlaknya baik, badannya sehat, ilmunya luas, etos kerjanya tinggi dan selamat. Semua itu merupakan bukti dari kasih sayang Allah kepada manusia. Maka sebenarnya Allah menyuruh manusia supaya beriman, berislam dan berihsan itu tidak lain agar manusia jangan sampai menjadi makhluk yang sakit-sakitan, bodoh, mals, miskin, kejam, penakut, dan sebagainya. Karena itu sebenarnya dakwah adalah pekerjaan ajakan kepada manusia untuk berislam tiada lain merupakan perwujudan dan bukti dari rahmah (cinta kasih) Allah kepada ummat manusia, sehingga ummat manusia perlu diselamatkan dengan agama Islam itu sendiri. ( ama arsalnaka illa rahmatan lil alamin )

Dari uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya merupakan bentuk ibadah seorang hamba dalam melaksanakan kewajiban agamanya guna menciptakan kondisi yang kondusif ( dengan tabligh, mendidik, amar ma'ruf, nahi mungkar, merubah kemunkaran dengan kekuasaan, dengan penerangan dan dengan hati) untuk berislam, agar manusia itu baik, hidupnya baik, tidak menderita dan selamat di akhirat. Persoalan apakah kemudian orang masuk Islam atau tidak bukan urusan manusia (da'i), karena pada hakekatnya hidayah itu adalah hak preoregatif Allah semata. Karena itu bila seorang da'i berhasil dalam dakwahnya ia tidak berhak mengklaim bahwa ia telah berhasil mengislamkan seseorang, karena sebenarnya Allah-lah yang memberikan petunjuuk itu. Sebaliknya bila ia tidak sukses dalam dakwahnya ia tidak perlu putus asa, karena hal itu berarti Allah belum memberikan hidayah kepada orang tersebut. Di sini sebenarnya yang ditunut Allah kepada muslim adalah ketaatan untuk melaksanakan perintah dakwah, ketawadhu'an dan keikhlasan. Wallahu a'lam bis-shawab......

---------------------------------------------------- 
Daftar Bacaan :
  1. Abbas Muhammad Al-Aqqad, Filsafat Al-Qur'an, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1986
  2. Muhammad Musthafa Akl_maraghi, Tafsir Al-Maraghi. Terjemah Bahrun Abu Bakar dan Anwar Rasidi, CV, Thaha Yahya, Semarang, 1988
  3. Al-Qur'an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI. Jakarta, 1992
  4. Hamka, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1988
  5. Hanadhy dkk, Tejemah al-Qur'an Secara Lafzhiyah, Al-Hikmah dan CV. Tri Burnama, Jakarta, 1986
  6. Hasbi As-Shidiqy, Tafsir Al-Bayan, Al-Ma'arif, Bandung, tt.
  7. Husain Muhammad Makhluf, Kamus Al-Qur'an, Terjemah Hary Noer Aly dkk, Bandung Piramid, 1987
  8. Ibnu Katsir, Tafsir Singkat Ibn u Katsir, Terjemah Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Bina Ilmu, Surabaya, 1992
  9. Qomarudin Shaleh dkk, Asbabun Nuzul, CV. Diponegoro, Bandung, 1974
  10. Tim Tashih Departemen Agama dan Universitas Islam Indonesia, Al-Qur'an dan Tafsirnya, UII Yoyakarta, 1991
  11. Toshihiko Izutsu, Etika Beragama dalam al-Qur'an, Terjemah Mansuruddin Djoeli, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993.



No comments:

Post a Comment