Siapa yang tidak
tahu Raden Ajeng Kartini? Tentu semua orang mengenal beliau. Beliau adalah
seoarang pejuang wanita, yang memperjuangkan hak-hak wanita yang terinjak-injak
karena dianggap lemah, tidak bisa apa-apa, dan tidak berdaya dibandingkan kaum
pria. Oleh karena perjuangannya, kini para kaum wanita dapat bersekolah dengan
baik, dapat melakukan banyak kegiatan dan tidak lagi dianggap lemah. Untuk
selalu mengenang jasa-jasanya diadakanlah Hari Kartini yang diperingati setiap
tangal 21 April. Jika dulu peranan wanita adalah sebagai orang yang
memperjuangkan hak-hak kaumnya, apakah peranan wanita di dalam era globalisasi
yang modern ini?
Peranan wanita dalam era globalisasi ini sangat banyak. Banyak
pekerjaan yang dilakukan oleh wanita sekarang ini sama dengan pekerjaan kaum
pria contohnya jika dulu seorang pemimpin haruslah pria, maka sekarang wanita
pun bisa menjadi pemimpin. Buktinya banyak wanita yang menjadi kepala desa,
kepala camat, bahkan menjadi pejabat. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh
wanita selain menjadi Ibu Rumah Tangga. Wanita pun dapat melakukan hal-hal atau
pekerjaan-pekerjaan yang sama dengan pria, namun tetap dalam batasan-batasan
yang pantas. Maksudnya, tetap ada pekerjaan atau hal-hal yang dilakukan kaum
adam yang tidak bisa digantikan posisinya oleh wanita. Contohnya saja kepala
keluarga. Meskipun dalam pekerjaannya seorang wanita menjadi kepala daerah atau
berpenghasilan lebih tinggi dari suaminya, di dalam keluarga sang suami
tetaplah menjadi kepala keluarga. Karena wanita diciptakan untuk melayani
suaminya. Tetapi dalam hal mendidik anak-anaknya, hak dan kewajiban keduanya
adalah sama.
Lalu, bagaimana kedudukan wanita yang sebenarnya? Menurut wanita kelahiran Buleleng, 22 November 1960 ini, kedudukan wanita di Indonesiasudah diangkat dan sudah dilakukan pemberdayaan wanita. Sudah ada Undang Undang Anti Kekeransan terhadap wanita. Sudah terbentuk lembaga-lembaga yang membela hak-hak wanita.
Meskipun sudah diangkat, namun usaha-usaha tersebut masih belum maksimal. Mengapa dikatakan belum maksimal? Karena masih banyak terjadi kekerasan terhadap kaum hawa. Contohnya penyiksaan suami terhadap istrinya, penyikasaan TKW (Tenaga Kerja Wanita) oleh majikannya. Hanya karena menjadi pembantu rumah tangga, ia deperlakukan sebagai seorang yang hina. Padahal di zaman yang sudah serba modern ini, jika tidak ada wanita-wanita yang bekerja sebagai PRT (Pembantu Rumah Tangga), lalu siapa yang membantu mengurus dan merawat rumah jika seandainya pekerjaan kita menyita waktu terlalu banyak. Oleh karena itu diperlukan pembenahan tidak hanya dalam Undang-undang, tetapi juga kesadaran masyarakat. Wanita sekarang memang sudah dapat bekerja dan melakukan banyak kegiatan. Tetapi apakah baik jika wanita bekerja? Boleh saja wanita bekerja, tetapi tetap dalam batas dan tidak mengabaikan tugasnya sebagai Ibu Rumah Tangga. Guru yang mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia ini mengatakan, ia bekerja hanya setengah hari. Jika ada pekerjaan tambahan paling-paling pulang pukul 15.00. Setelah pulang dari sekolah, beliau membersihkan rumah, memasak untuk keluarga, mencuci baju dan membereskan pekerjaan rumah lainnya. Sebelum berangkat ke sekolah, subuh-subuh benar beliau sudah menyiapkan sarapan untuk keluarganya, jadi beliau tetap dapat bekerja meski harus mengurus keluarga.
Lalu mana yang lebih penting, keluarga atau pekerjaan? Untuk hal ini, beliau mengatakan bahwa kedua-duanya sama pentingnya. Pekerjaan dibutuhkan untuk menghidupi keluarga, sedangkan tanpa keluarga, hidup terasa hampa meski pun memiliki banyak uang. Sedangkan tanggapan keluarga tentang beliau yang bekerja dikatakan tidak masalah. Keluarga bisa mengerti dan memahami kebutuhan dan kesenangan beliau dalam bekerja.
Dilihat dari hal-hal di atas, dapat dikatakan bahwa wanita memiliki peran yang sangat besar dalam era globalisasi. Bahkan kita pernah memiliki presiden yang adalah seorang wanita. Hal ini membuktikan, seiring berjalannya waktu dan arus globalisasi semakin meluas dan berpegaruh, tidak cukup hanya dengan tenaga pria, dibutuhkan juga tenaga wanita. Wanita ada bukan hanya untuk diam di rumah melakukan pekrjaan rumah, tetapi juga ada untuk membantu dan melengkapi apa yang terkadang tidak bisa dilakukan oleh pria juga untuk membuktikan bahwa wanita bisa berkreasi dan bekerja layaknya seorang pria, tetapi semua itu tetap dibatasi dalam batasan yang wajar, jangan sampai karena sibuk bekerja keluarga ditelantarkan. Sebagai kaum wanita, harus bisa menunjukan kemampuannya baik dalam keluarga, juga di dalam kehidupan masyarakat. Karena umumnya wanita itu lebih teliti, rapi, cermat, dan penuh perhitungan dalam segala hal.
Bangkitlah wanita-wanita muda!!! Jangan biarkan langkahmu terhenti di dalam rumah!!!
Lalu, bagaimana kedudukan wanita yang sebenarnya? Menurut wanita kelahiran Buleleng, 22 November 1960 ini, kedudukan wanita di Indonesiasudah diangkat dan sudah dilakukan pemberdayaan wanita. Sudah ada Undang Undang Anti Kekeransan terhadap wanita. Sudah terbentuk lembaga-lembaga yang membela hak-hak wanita.
Meskipun sudah diangkat, namun usaha-usaha tersebut masih belum maksimal. Mengapa dikatakan belum maksimal? Karena masih banyak terjadi kekerasan terhadap kaum hawa. Contohnya penyiksaan suami terhadap istrinya, penyikasaan TKW (Tenaga Kerja Wanita) oleh majikannya. Hanya karena menjadi pembantu rumah tangga, ia deperlakukan sebagai seorang yang hina. Padahal di zaman yang sudah serba modern ini, jika tidak ada wanita-wanita yang bekerja sebagai PRT (Pembantu Rumah Tangga), lalu siapa yang membantu mengurus dan merawat rumah jika seandainya pekerjaan kita menyita waktu terlalu banyak. Oleh karena itu diperlukan pembenahan tidak hanya dalam Undang-undang, tetapi juga kesadaran masyarakat. Wanita sekarang memang sudah dapat bekerja dan melakukan banyak kegiatan. Tetapi apakah baik jika wanita bekerja? Boleh saja wanita bekerja, tetapi tetap dalam batas dan tidak mengabaikan tugasnya sebagai Ibu Rumah Tangga. Guru yang mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia ini mengatakan, ia bekerja hanya setengah hari. Jika ada pekerjaan tambahan paling-paling pulang pukul 15.00. Setelah pulang dari sekolah, beliau membersihkan rumah, memasak untuk keluarga, mencuci baju dan membereskan pekerjaan rumah lainnya. Sebelum berangkat ke sekolah, subuh-subuh benar beliau sudah menyiapkan sarapan untuk keluarganya, jadi beliau tetap dapat bekerja meski harus mengurus keluarga.
Lalu mana yang lebih penting, keluarga atau pekerjaan? Untuk hal ini, beliau mengatakan bahwa kedua-duanya sama pentingnya. Pekerjaan dibutuhkan untuk menghidupi keluarga, sedangkan tanpa keluarga, hidup terasa hampa meski pun memiliki banyak uang. Sedangkan tanggapan keluarga tentang beliau yang bekerja dikatakan tidak masalah. Keluarga bisa mengerti dan memahami kebutuhan dan kesenangan beliau dalam bekerja.
Dilihat dari hal-hal di atas, dapat dikatakan bahwa wanita memiliki peran yang sangat besar dalam era globalisasi. Bahkan kita pernah memiliki presiden yang adalah seorang wanita. Hal ini membuktikan, seiring berjalannya waktu dan arus globalisasi semakin meluas dan berpegaruh, tidak cukup hanya dengan tenaga pria, dibutuhkan juga tenaga wanita. Wanita ada bukan hanya untuk diam di rumah melakukan pekrjaan rumah, tetapi juga ada untuk membantu dan melengkapi apa yang terkadang tidak bisa dilakukan oleh pria juga untuk membuktikan bahwa wanita bisa berkreasi dan bekerja layaknya seorang pria, tetapi semua itu tetap dibatasi dalam batasan yang wajar, jangan sampai karena sibuk bekerja keluarga ditelantarkan. Sebagai kaum wanita, harus bisa menunjukan kemampuannya baik dalam keluarga, juga di dalam kehidupan masyarakat. Karena umumnya wanita itu lebih teliti, rapi, cermat, dan penuh perhitungan dalam segala hal.
Bangkitlah wanita-wanita muda!!! Jangan biarkan langkahmu terhenti di dalam rumah!!!
No comments:
Post a Comment