Istilah dakwah bil qolam mungkin tidak sepopuler
dengan istilah dakwah bi lisan. Padahal keduanya mempunyai esensi
yang sama, yaitu menyeru (berdakwah) umat manusia menuju kebaikan.
Secara istilah, dakwah bil qolam berasal dari dua
suku kata, dakwah, artinya ajakan dan qolam, artinya pena atau
tulisan. Kata dakwah itu sendiri berasal dari da’a - yad’u - da’watan,
artinya seruan, ajakan atau panggilan. Secara terminoligis dakwah adalah
menyampaikan seruan Islam, mengajak dan memanggil umat manusia agar menerima
dan mempercayai keyakinan dan pandangan hidup Islam. Sebagaimana firman Allah
swt :
“serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk (qs. An-nahl : 125).
Adapun kata qolam merujuk kepada firman Allah swt
surat al-qolam ayat 1 : “nun, perhatikanlah al-qolam dan apa yang
dituliskanny.”. Qolam dalam ayat tersebut diterjemahkan sebagai pena
(sebuah alat untuk menulis). Jadi, dakwah bil qolam maksudnya dakwah
dengan menggunakan pena, atau tulisan melalui buku, artikel, buletin dan
sebagainya. Karena melalui tulisan, dakwah bil qolam ini sering
diidentikan dengan dakwah bil kitabah (dakwah melalui tulisan).
Perbedaannya untuk yang pertama menunjukan subjek, senjata, atau alat. Adapun
yang kedua menunjukan kepada objek, hasil atau produk gagasan.
Peran Strategis Media Informasi
Di era informasi seperti sekarang ini, media massa baik
cetak maupun elektronik (internet) mempunyai kedudukan yang sangat penting.
Selain sebagai media informasi yang menyuguhkan berbagai informasi dan
berita-berita aktual, kehadirannya juga merupakan alat yang strategis untuk
membentuk opini publik (public opinion) yang mempengaruhi dan
mengendalikan pikiran, sikap dan perilaku manusia. Karena hampir ratusan atau
bahkan ribuan orang setiap harinya berinteraksi dengan media massa.
Karena begitu strategisnya, media massa dijadikan sebagai
sumber baru kekuasaan karena informasi di tangan banyak orang (the new
source of power is information in the hand of many), dan siapa yang
menguasai media massa, dialah pengendali dan penguasa dunia. Jalan pikiran dan
sikap warga dunia bisa dikendalikannya melalui pembentukan opini publik.
Dalam kenyataan sekarang, arus informasi dunia dikuasai
dan dikendalikan oleh the order (orang di luar Islam) yang memandang
Islam sebagai musuh besar yang harus dilawan dan dihancurkan. Mereka melakukan
“penjajahan” informasi melalui perang pemikiran dan budaya (ghazwul fikri
dan tsaqofi), yakni mensosialisasikan nilai-nilai, pemikiran, dan budaya
mereka ke dunia Islam, agar pola pikir dan gaya hidup umat Islam cenderung
lebih berkiblat ke barat daripada taat pada aturan Islam. Hasilnya, paham-paham
seperti materialisme, sekularisme, dan hedonisme telah banyak merasuki pola
pikir dan tatanan kehidupan umat Islam saat ini.
Di satu pihak, umat Islam tidak memiliki ghiroh
(semangat) untuk menjadikan media massa sebagai sarana strategis dalam
memperjuangkan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Akibatnya, umat Islam hanya
menjadi konsumen dan rebutan media massa lain yang tak jarang membawa informasi
yang menyesatkan.
Realitas mengatakan, dari sekian banyak ulama Islam,
sedikit sekali yang bergelut dalam dunia dakwah bil qolam. Kebanyakan
dari mereka piawai melakukan dakwah dengan cara yang bilisan seperti,
ceramah, tabligh, dan khutbah. Namun, tidak piawai menuangkannya dalam
sebuah bentuk tulisan terlebih lagi berusaha untuk mempublikasikannya
dalam media massa.
Padahal, kalau melihat sejarah peradaban Islam, banyak
ulama salaf yang mengabadikan dan menyebarluaskan pandangan-pandangan
keIslamannya melalui tulisan (dakwah bil qolam). Mereka telah melahirkan
sejumlah “kitab kuning” yang sampai saat ini masih digunakan sebagai buku teks
kaum santri di pondok pesantren.
Sebagaimana kita ketahui, kemampuan menulis menjadikan
seorang imam as-syafi’i bisa mewariskan ilmunya melalui kitab al-um,
imam al-asqolani dengan kitabnya al-itqon, imam al-zamakhsary dengan kitab
tafsir al-kasysyafnya, begitu juga dengan imam al-ghazali dengan kitabnya ihya
ulumuddin, dan masih banyak lagi.
Dari kalangan ulama kontemporer, sebut saja misalnya
yusuf qardhawi, muhammad abduh, jamaludin al-afgani. Mereka telah menggelorakan
semangat pembaharuan dan kebangkitan Islam melalui dakwah bil qolam.
Mereka mengetahui dan menyadari bahwa dakwah bil qolam merupakan sunnah
yang harus diikuti dan dilestarikan. Sebagaimana dicontohkan oleh nabi
muhammad saw ketika beliau menulis surat yang berisi ajakan masuk Islam kepada
kaisar persia.
Karena perannya sangat penting dan strategis, dakwah
bil qolam semestinya menjadi perhatian serius umat Islam saat ini. Para
ulama, muballig, ustad harus mampu menuangkan pandangan-pandangan keIslamannya
dalam bentuk tulisan, baik dalam buku, koran atau media internet. Hal ini bisa
dilakukan tanpa meninggalkan dakwah melalui format lama seperti khutbah,
tabligh, ceramah dan dakwah bil hal.
Dakwah melalui tulisan mempunyai keunggulan dibandingkan
dakwah dengan bentuk lain. Sebagai ilustrasi, ketika seorang muballig
mengadakan pengajian di lapangan terbuka, maka yang dapat mendengarkan “hanya”
sekitar 10 ribu orang. Tetapi, jika materi ceramahnya itu ditungankan dalam
bentuk tulisan yang dipublikasin dalam media massa, maka materi tersebut dapat
dibaca oleh seluruh umat yang ada di pelosok negeri ini, yang jumlahnya
berlipat-lipat dari yang hadir di lapangan tadi.
Keunggulan lainnya, sebuah tulisan tidak akan punah dan
lekang dari laju zaman dan waktu. Bahkan dengan tulisan, seseorang akan
dikenang jasanya, diamalkan filsafahnya, yang semua itu akan menjadi amal
jariah yang tidak pahalanya akan terus mengalir meskipun penulisnya sudah
meninggal dunia.
Bagaimana memulai dakwah dengan cara tulisan?
Memulai kegiatan dakwah dengan tulisan, adalah dengan
cara memulai menulis materi dakwah dalam bentuk naskah. Naskah adalah produk
dari kegiatan menulis. Kegiatan menulis itu sendiri, biasanya diawali karena
adanya ide atau pikiran. Suatu ide atau pikiran akan muncul karena adanya
kegiatan membaca. ”Membaca” dalam arti luas tentunya, bukan ”membaca” teks
saja, tetapi ”membaca” (mengamati) lingkungan sekitar.
Membaca dan menulis adalah kegiatan yang saling mendukung
satu sama lainnya, ibarat dua sisi keping mata uang logam. Sehingga, untuk
dapat menumbuhkan hasrat untuk menulis, harus diawali dengan menumbuhkan
semangat membaca. Karena, tanpa adanya kegiatan membaca, ide atau pikiran yang
akan dituangkan dalam tulisan pun tidak akan muncul.
Berikut ini adalah tips menumbuhkan semangat menulis
materi dakwah yang bersumber dari berbagai tulisan.
Pertama, tulis apa
yang kita ingat, baik yang pernah kita sampaikan dalam ceramah, ataupun yang
kita ingat dari apa yang pernah kita baca. Jangan takut salah menulis. Bermutu
ataupun tidak hasil tulisan tersebut, yang penting ”menulis” dulu, makin sering
menulis, Insya Allah, tulisan kita akan berkembang menuju perubahan yang lebih
baik. Karena, banyak para penulis besar yang lahir dari pengalaman
menulis secara otodidak bukan dari belajar ”ilmu menulis”.
Kedua, tulislah
materi dakwah dengan gaya bahasa yang kita miliki. Kalau kebetulan kita seorang
penyuluh agama atau muballigh yang sering berceramah dengan sedikit humor, maka
tulislah materi ceramah tersebut sesuai gaya ceramah kita. Inilah yang dalam
bahasa penulisan, diistilahkan dengan gaya penyampaian. Gaya penyampaian ini,
antara penulis yang satu dengan yang lainnya tidak sama, karena tidak ada satu pun
gaya penyampaian yang baku.
Ketiga,
sebarkan tulisan kita kepada orang-orang dekat dan dalam bentuk naskah
yang paling sederhana terlebih dahulu. Seperti, naskah teks khutbah atau
buletin dakwah sederhana yang di fotocopy dan disebarkan secara terbatas. Insya
Allah, dibaca atau tidak naskah tersebut oleh orang yang kita beri, kita telah
mendapat poin lebih (pahala) atas usaha dakwah yang kita lakukan. Lambat laun,
usaha kita tentu saja akan berhasil, dengan syarat tetap istiqomah.
Sebagai penutup dari tulisan ini, marilah kita memulai
menumbuhkan semangat dakwah bil qolam dalam diri kita masing-masing,
terlebih lagi bagi seorang Penyuluh Agama Islam. Begitu strategisnya peran
media massa, harus kita jadikan motivasi untuk siap menuangkan materi dakwah
kita dalam bentuk tulisan, agar umat Islam, tidak selamanya menjadi konsumen,
tetapi harus menjadi produsen media informasi. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment